Logo Tools di Website Jurnal: Asli Dipakai, atau Sekadar Pajangan?

Pernah mampir ke website jurnal yang memajang sederet logo tool penerbitan naskah, mulai dari similarity checker seperti Turnitin, hingga reference manager seperti Mendeley atau Zotero? Kalau iya, Anda mungkin berpikir, "Wah, jurnal ini pasti serius banget dalam proses editorial mereka!" Tapi, benarkah begitu? Sayangnya, tidak selalu.

Ilustrasi etasase - Image by lifeforstock on Freepik

Pajangan atau Peralatan Kerja?

Realitanya, banyak jurnal yang memasang logo-logo tersebut hanya untuk formalitas. Iya, formalitas. Entah itu untuk meningkatkan citra jurnal mereka, memuluskan proses akreditasi, atau—yang lebih miris—hanya sekadar ikut-ikutan. Fenomena ini sering kita temui di banyak jurnal ilmiah, terutama di Indonesia. Seolah-olah logo-logo ini adalah stempel kepercayaan dan profesionalisme.

Padahal, memasang logo tanpa benar-benar menggunakan tools tersebut dalam proses editorial bisa dibilang sama seperti membuka toko tapi tidak menjual apa-apa. Pengelola jurnal sibuk menata "etalase" mereka agar tampak profesional, tapi di belakang layar, mungkin proses review dan pengelolaan naskah masih dilakukan secara manual dan jauh dari penggunaan tools yang mereka pajang.

Serius Menggunakan atau Sekadar "Numpang"?

Contoh paling mencolok adalah logo similarity checker seperti Turnitin. Banyak jurnal memasangnya di halaman depan website mereka. Tapi ketika Anda submit naskah, apakah naskah Anda benar-benar dicek dengan Turnitin? Tidak jarang ternyata naskah hanya dicek secara manual oleh editor atau bahkan tidak dicek sama sekali.

Sama halnya dengan reference manager seperti Mendeley atau Zotero. Banyak jurnal memajang logo ini, seakan-akan semua naskah harus dirujuk menggunakan software tersebut. Namun dalam praktiknya, tidak ada panduan atau instruksi jelas bagi penulis atau editor untuk mengintegrasikan Mendeley dalam proses penyusunan dan editing naskah.

Logo Sebagai Gimmick Akreditasi?

Jadi, mengapa fenomena ini terjadi? Salah satu alasan utama adalah kebutuhan untuk memenuhi persyaratan akreditasi. Banyak lembaga akreditasi yang menilai kredibilitas jurnal berdasarkan kelengkapan tools penerbitan yang digunakan. Akibatnya, pengelola jurnal merasa perlu menampilkan logo-logo tersebut meski hanya sebagai hiasan.

Saya sendiri adalah pengelola jurnal ilmiah. Beberapa kali saya mengikuti pelatihan untuk persiapan menuju akreditasi, indeksasi, dan sejenisnya. Seringkali, instruktur atau narasumbernya menyarankan untuk memasang logo-logo software seperti Mendeley, Zotero, Turnitin, dll di website jurnal. Ini diyakini bisa meyakinkan asesor penilai usulan akreditasi. Saya tentu saja tidak setuju. Seolah-olah jurnal adalah media iklan software-software itu. Padahal jelas, jurnal sama sekali tidak mendapat keuntungan secara finansial dari mereka. Bahkan, jurnal harus membayar untuk bisa memakai beberapa software-software itu. Lalu untuk apa logonya dipasang? Rasanya hanya menjadi bentuk promosi gratis.

Disinilah letak kekeliruannya. Akreditasi seharusnya bukan soal berapa banyak logo yang Anda pajang di website jurnal Anda. Lebih penting lagi adalah bagaimana tools ini benar-benar diterapkan dalam manajemen naskah. Tujuan dari similarity checker adalah untuk memastikan integritas karya ilmiah, dan reference manager memudahkan penulis dan editor untuk mengelola kutipan dan referensi dengan rapi.

Waktunya Berbenah: Tools Bukan Sekadar Pajangan

Sebagai pengelola jurnal, kita harus menyadari bahwa logo-logo tools yang dipasang di website seharusnya mencerminkan komitmen untuk menggunakan teknologi tersebut dalam proses editorial. Jika Anda memajang Turnitin, pastikan semua naskah benar-benar dicek untuk plagiarisme. Jika memajang Mendeley atau Zotero, dorong penulis untuk menggunakan reference manager dalam pengelolaan referensi mereka.

Jangan sampai logo-logo tersebut menjadi semacam “lip service” tanpa penerapan nyata. Ini bukan hanya soal tampilan, tapi soal etika dan tanggung jawab kita sebagai pengelola jurnal untuk menjaga kualitas karya ilmiah yang dipublikasikan.

Dari sisi asesor akreditasi jurnal rasanya juga harus memiliki pandangan yang sama. Sehingga jangan sampai masih ada saja asesor akreditasi yang beranggapan "yang penting ada logonya" kemudian memberi cap akreditasi pada sebuah jurnal. Akreditasi tentu saja lebih dari sekedar "tampilan" semata. 

Etika dalam Branding Jurnal

Ada sedikit humor di sini: kita mungkin sering berbelanja online dan tertarik pada toko yang menampilkan banyak logo pembayaran seperti Visa, Mastercard, PayPal, tapi begitu check-out, hanya transfer bank yang tersedia. Rasanya "tertipu" kan? Fenomena ini mirip dengan jurnal yang memajang banyak logo tools penerbitan tapi tidak benar-benar memanfaatkannya.

Jika ingin membangun branding jurnal yang solid, kita perlu transparan dan jujur dalam hal penggunaan tools. Branding jurnal bukan sekadar tampilan luar, tetapi juga bagaimana proses di balik layar berjalan dengan baik dan sesuai standar yang ditetapkan.

Akhir Kata: Jangan Sekadar Ikut-ikutan

Jurnal ilmiah seharusnya menjadi wadah kredibel untuk publikasi karya ilmiah berkualitas. Maka, pengelolaan naskah pun perlu menggunakan alat-alat yang benar-benar berfungsi untuk meningkatkan kualitas tersebut, bukan sekadar memasang logo demi "gaya". Tools seperti Turnitin atau Mendeley bukan sekadar simbol, mereka adalah alat bantu untuk meningkatkan kualitas dan kepercayaan pembaca.

Jadi, mari berhenti sekadar ikut-ikutan. Jika memang memasang logo, pastikan tools tersebut benar-benar digunakan dan diterapkan dalam setiap tahapan proses editorial. Dengan begitu, bukan hanya citra jurnal yang terjaga, tetapi juga kualitas dan integritas karya ilmiah yang dipublikasikan.

Certified remote pilot | interested in research related to geoinformatics, WebGIS, and UAV/drone | research student at Center for Environmental Remote Sensing (CEReS), Chiba University, Japan

Posting Komentar