Istilah "jurnal SINTA" dan "jurnal Scopus" kerap digunakan dalam diskusi tentang publikasi ilmiah di Indonesia. Tapi, sebenarnya ada yang kurang tepat dengan penyebutan ini. Mengapa? Karena istilah ini bisa menimbulkan kesalahpahaman, seolah-olah SINTA dan Scopus adalah penerbit artikel ilmiah, padahal keduanya hanyalah pengindeks.
Scopus dan SINTA Bukan Penerbit Jurnal
Sering kali, kita mendengar kalimat seperti: "Dua platform utama untuk menerbitkan jurnal adalah SINTA (Science and Technology Index) dan Scopus." Nah, pernyataan ini jelas misleading. Scopus dan SINTA bukanlah penerbit, melainkan database atau indexing platform yang mencatat dan menilai kualitas jurnal. Mereka tidak menerbitkan artikel atau jurnal, tetapi hanya mengindeks jurnal yang telah diterbitkan oleh penerbit sebenarnya, seperti universitas, lembaga riset, atau organisasi profesional.
Bayangkan Anda memesan makanan lewat aplikasi seperti GoFood atau GrabFood. Aplikasi ini tidak memasak makanan, tetapi hanya menyediakan platform untuk menemukan restoran. Sama halnya, SINTA dan Scopus hanya "memfasilitasi" pencarian jurnal yang telah diterbitkan, bukan menciptakan jurnal itu sendiri.
Tanggung Jawab Akreditasi: Peneliti atau Pengelola Jurnal?
Ada lagi kesalahpahaman yang sering muncul, yaitu soal tanggung jawab peneliti dalam mengakreditasi jurnal. Dalam beberapa artikel disebutkan bahwa "peneliti harus berusaha keras agar jurnal yang mereka terbitkan dapat diakreditasi oleh ARJUNA dan diindeks dalam basis data SINTA." Kalimat ini juga kurang tepat.
Sebenarnya, peneliti tidak memiliki andil langsung terhadap akreditasi jurnal tempat mereka menerbitkan tulisannya. Akreditasi jurnal adalah tanggung jawab penuh pengelola jurnal. Mereka yang bertugas mengelola proses penerbitan naskah, memastikan peer review dilakukan secara objektif, menjaga standar kualitas, dan memenuhi syarat administratif lainnya. Pengelolaan inilah yang kemudian menjadi dasar penilaian lembaga akreditasi seperti ARJUNA (Akreditasi Jurnal Nasional).
Bagi peneliti, tanggung jawab utamanya adalah menghasilkan tulisan yang berkualitas dan relevan. Namun, apakah tulisan tersebut diterbitkan di jurnal yang terakreditasi atau tidak, itu lebih banyak ditentukan oleh kualitas pengelolaan jurnalnya. Jadi, sekeras apapun peneliti bekerja, tetap kinerja pengelola jurnal yang lebih menentukan apakah jurnal tersebut bisa diakreditasi.
Kesimpulan: Fokus Pada Peran Masing-Masing
Kesalahpahaman ini perlu diluruskan agar komunitas akademik tidak salah kaprah. Scopus dan SINTA bukanlah penerbit jurnal, mereka hanyalah platform pengindeks. Dan dalam hal akreditasi jurnal, peran peneliti dan pengelola jurnal berbeda, tetapi sama-sama penting. Peneliti harus berfokus pada kualitas tulisan ilmiah mereka, sementara pengelola jurnal bertanggung jawab memastikan jurnal tersebut memenuhi standar akreditasi dan indeksasi.
Dengan memahami peran masing-masing, kita bisa lebih jelas melihat bagaimana publikasi ilmiah seharusnya dikelola dan dipahami.